Jumat, 31 Maret 2017

JUAL DIRI?

Jual diri?


Jangan negatif dulu. 




Kalau kamu tiba-tiba kaya berarti kamu jual diri.

Begitulah kata-kata yang keluar dari mulut orang yang memiliki gelar Haji dan yang paling penting ialah kata-kata ini ditujukan kepada IBU ku.

Ibu ku mungkin sudah terbiasa dengan hinaan, ejekkan yang datang dari keluarga, ya masih bisa disebut keluarga karena ada darah yang mengalir di beliau, di dia, di mereka.

Ibu ku memang seorang janda yang ditinggal seorang diri oleh suaminya yang telah meninggal tujuh tahun yang lalu saat aku masih SMA kelas tiga dan adikku masih duduk di bangku kelas tiga SMP.

Tak perlu dibayangkan saat itu betapa gundah gulana hatinya, betapa hancur hatinya ditinggal suami yang saat itu alm ayah meninggal dipangkuannya.

Mungkin butuh beribu, berjuta kata, ah tak ada kata-kata yang bisa menuliskan betapa kuatnya ibu ku saat itu hingga sampai saat ini kedua anaknya bisa mengenal gaji perbulan dan bisa beli apapun yang dimau tanpa perlu memikirkan uang yang dipakai hasil pemberian orang yang tak ikhlas atau pun ikhlas.

Sampai saat ini perkataan jual diri, melonte yang keluar dari mulut orang yang paling dituakan, paling merasa kaya, paling, paling dan paling itu terngiang dibenak dan pikiranku.

Saat itu di mobil, perjalanan pulang ke Palembang dari desa GT, kami terpaksa menumpang dengan belas kasihan dia. Kalau ibu sudah terbiasa menumpang di mobil milik dia ini dan tak lupa saat menumpang dibekali dengan wejangan perkataan yang menusuk tak hanya hati tapi seluruh penjuru badan.

Ya, aku sempat merasakannya, aku bisa dibilang orang yang cuek, bodoh amat sama omongan orang (anggapan orang sih begitu) tapi nyatanya ketika kata-kata tak pantas itu keluar hingga aku menulis cerita ini air mata terus bercucuran.

Seperti biasa ibu, dia dan dua keluarganya (keluarga ku juga) cerita ngalur ngidul eh tahu tahu sudah bilang:

"Eh kamu itu nggak bisa beneran kaya kalau nggak jual diri, melonte," ujarnya.

Sontak saja aku kaget, sekaget-kagetnya. Siapa coba yang tidak kaget kalau IBU kamu, Anda, kau dibilang begitu.

Tapi ya mau marah juga gimana, aku cuma bisa pura-pura tidur sembari mencubit tangan ibu ku, dan ibuku pun membalas mencubit tanda ia tahu maksud ku.

Apa karena kami ini tidak ada bapak? kalau mau kaya terus kami harus dapat uang dari pekerjaan seperti itu?

Maaf bukan berarti aku menghina pekerjaan apapun itu. Tapi ini menyangkut IBU, yang melahirkan ku sembilan bulan dan kau bisa hina seenak perutmu.

Seenaknya kau hina ia, apa kau tak pernah pikir bumi itu berputar? kau pun sudah ditinggal suami mu sama seperti ibu ku, apa tak ada rasa saling bersimpati?

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Apa tanggapan ibu setelah kami di rumah, setelah kami mendengar hinaan dan cercaan pada saat di mobil tadi?

Ia hanya tersenyum, ya itulah beban yang ditanggung seorang janda, ya kalian yang sering mencemooh janda.

Yang kalian pikir janda itu gatal, genit tapi coba hidup sendiri membesarkan anak-anak tanpa bantuan tulang rusuknya?

Jadi aku hanya bisa apa?

aku hanya bisa buktikan, kami bisa makan dengan uang halal tanpa perlu membalas kata-katanya dengan membalas menonjok, atau meninju apalagi nyantet.

Hanya bisa berdoa, usaha, meminta denganNya, bersyukur sama Allah swt kehidupan kami tak pernah kurang sedikit pun, apa yang diberi Allah untuk kami itu semuanya berkah, rejeki yang lebih dari cukup.


Elm.Mel

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih atas komennya